Gerakan Pencerah, Tekad Muhammadiyah Memasuki Abad Kedua



Muhammdiyah pada abad kedua berkomitmen senantiasa melakukan gerakan pencerahan. Gerakan pencerahan merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan dan memajukan kehidupan.

Hal tersebut merupakan inti dari Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua yang disampaikan dalam rapat pleno muktamar ke 46 Muhammadiyah, Rabu (7/7). Sebelumnya, pernyataan pikiran ini telah ditegaskan oleh Ketua PP Haedar Nashir untuk kemudian dibahas di tingkat komisi dan mendapat persetujuan pleno.

Dalam penjelasannya, Haedar mengatakan, gerakan pencerahan dimaksudkan untuk menjawab sejumlah problem kemanusiaan. Antara lain kemiskinan, kebodohan, dan persoalan lain yang bercorak struktural dan kultural. Di samping juga masalah yang berkaitan dengan krisis moral, korupsi, konflik, kekerasan ekonomi.

Muhammadiyah bertekad untuk begerak mengemban misi dakwah dan tajdid. Sejak awal berdirinya pada tahun 1912, organisasi telah berhasil melakukan tadjid, baik dalam bentuk pemurnian maupun pembaharuan. ‘’Komitmen itu menunjukkan karakter Islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman,’’ papar Haedar.

Strategi yang akan dikembangkan dari revitalisasi atau penguatan kembali, ke transformasi atau perubahan. Dengan begitu, diharapkan melahirkan amal amal usaha dan aksi sosial kemasyarakatan yang memihak kaum dhuafa dan memperkuat civil society.

Pengembangan pemikiran yang berpijak pada tajdid yang bersifat dinamisasi, menjadi perhatian penting persyarikatan. Muhammadiyah memerhatikan aspek pendidikan sebagai strategi ruang kebudayaan bagi pengembangan potensi akal budi manusia.

Dalam kehidupan kebangsaan persyarikatan mengagendakan penguatan visi dan karakter bangsa. Bagi Muhamamdiuah, cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang lebih luas merupakan misi yang harus dituntaskan.

Muhammadiyah berjuang untuk mengintegrasikan keislaman dan keindonesiaan. Adapun dalam menghadapi perkembangan kemanusiaan universal, Muhammadiyah mengembangkan wawasan keislaman yang kosmopolitan. ‘’Muhamadiyah dituntut menyebarluaskan gerakan bagi terbentuknya wawasan kemanusiaan universal, perdamaian, toleransi dan keadaban,’’ papar Haedar.

Terkait persaingan global dan peradaban, Muhammadiyah memandang perlunya transformasi mentalitas ke arah pembentukan manusia Indonesia berkarakter. Muhamadiyah dituntut menyebarluaskan gerakan bagi terbentuknya wawasan kemanusiaan universal, perdamaian, toleransi dan keadaban.

Segenap warga Muhammadiyah dikatakan patut bersyukur karena telah berhasil melintasi satu abad perjuangannya. Apa yang telah dicapai itu tak lepas dari kesungguhan persyarikatan dalam berkiprah di semua bidang kehidupan.

Memasuki perjuangan abad kedua, dikatakan bahwa Muhammadiyah perlu berefleksi diri. Intropeksi ke depan harus menjadi pedoman. Inilah yang menjadikan organisasi terus berkembang. Pada pemberdayaan perempuan misalnya, muncul organisasi Aisyiyah yang berhasil mengusung peran perempuan ke ranah publik.

Pada tataran ke-Islaman, Muhammadiyah memandang bahwa ajaran Islam harus diwujudkan dalam amal. Islam dikatakan sangat menjunjung tinggi amal sejajar dengan iman dan ilmu. Ini sesuai dengan konsep al Maun yang digagas oleh pendiri Muhamamdiyah, KH Ahmad Dahlan.

Dari teologi al Maun, lahir transformasi Islam yang mengubah kehidupan bercorak membebaskan dan memberdayakan. Pemahaman doktrin Islam dan penafsiran yang implementatif menunjukkan kemampuan warga Muhammadiyah dalam merumuskan pesan Islam yang responsif terhadap realitas zaman.
Rep: yus Red: Krisman Purwoko

Sumber , Republika.co.id
Thursday, 08 July 2010 | 04:39 WIB



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERSIDANGAN NABI YUSUF AS PADA MAHKAMAH KERAJAAN.

Kisah Ayahnya Imam Syafi'i dalam Mencari Rizqi

Berfikir berkemajuan di awal abad 19 tampak baru di awal abad 21.